Kamis, 17 Februari 2011

Berinovasi, Siapa Takut?


Seiring dengan perubahan zaman, dalam dunia pendidikan telah terjadi perubahan paradigma dalam pembelajaran. Perubahan itu antara lain berupa pergeseran paradigma dari pengajaran ke pembelajaran dan pergantian pusat pembelajaran dari berpusat pada guru ke berpusat pada siswa.
Kondisi tersebut menuntut guru untuk bersikap terbuka terhadap segala perubahan. Guru harus menjadi figur inspiratif dan memberikan motivasi bagi keberhasilan anak didik. Ia memikul  tugas dan tanggung jawab besar sehingga diperlukan profesionalisme yang tinggi dalam menyiapkan generasi penerus bangsa menuju gerbang pencerahan.
Namun demikian, sebagian besar kita - guru yang dijadikan tumpuan harapan itu - masih senang dengan status quo, alergi terhadap perubahan yang inovatif. Kita lebih suka dengan zona aman karena telah merasa nyaman dengan pembelajaran tradisional yang tidak menuntut banyak kreativitas guru.
Menurut Prayitno (dalam Asmani, 2009) ada fenomena kritik yang dilontarkan di tengah masyarakat terhadap keberadaan guru yang terkesan “tidak berdaya” menghadapi derasnya arus globalisasi. Fenomena tersebut antara lain:
1.    Masih adanya guru yang asing bahkan sinis terhadap inovasi, tapi suka menganggukkan kepala tanda setuju tanpa memikirkan secara mendalam makna anggukan kepala tersebut. Guru pun terlihat “kebingungan” ketika datang suatu perubahan tanpa mencerna terlebih dahulu makna perubahan itu.
2.    Masih adanya guru yang senang dan bangga menjadi satu-satunya sumber belajar tanpa berpikir perlunya berinteraksi dengan “makhluk” lain selain dirinya. Menjadi pewarta materi tanpa keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran juga menjadi kebanggaannya.
Ada beberapa aspek yang menyebabkan guru sulit menerima perubahan untuk berinovasi dalam pembelajaran sebagaimana dikemukakan oleh Suyatno (2009). Penyebab itu antara lain adalah:
1.    Guru merasa takut salah dan tidak percaya diri dalam menerapkan pembelajaran inovatif.
2.    Guru takut dicela dan dianggap sok maju oleh temannya.
3.    Guru takut kalau waktu yang tersedia untuk pembelajaran tidak cukup untuk digunakan berinovasi.
4.    Guru takut sibuk dengan tugas tambahan akibat inovasi pembelajaran
Padahal tantangan global menuntut guru mampu membuktikan dirinya sebagai sosok yang dinamis, responsif, progresif, produktif, dan kompetitif. Era globalisasi - dengan berbagai tantangan yang ada - meniscayakan guru proaktif mengejar informasi, memperluas wawasan dan pemikiran, mengembangkan relasi profesional, dan meningkatkan kualitas pembelajaran.
Adalah tidak bijak bila kita masih takut berinovasi. Kita harus cepat melakukan adaptasi terhadap perubahan yang terjadi. Selain beradaptasi kita juga harus cepat merespon tantangan yang ada dengan melakukan langkah-langkah antisipasi. Jangan sampai kita pasif, stagnan, dan status quo. Jika tidak, maka kita akan digilas zaman yang terus melaju dengan kencangnya.
Jadi masih pantaskah kita takut melakukan perubahan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar